Mei 12, 2013

Sutradara Perempuan Indonesia


Peningkatan produksi film Indonesia belakang ini memiliki kenyataan yang menarik yaitu banyaknya film yang dibuat oleh sutradara perempuan. Terlihat dari penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) sejak tahun 2004, kategori Sutradara Terbaik selalu ada minimal satu nomine perempuan, kecuali pada tahun 2007. Keberadaan mereka, bukanlah suatu hal yang baru.. namun tetap mengundang perhatian, apalagi kompetisi akan karya mereka tidak dapat di anggap hal yang remeh.. 
di antara sutradara perempuan tersebut adalah:

 an T. Achnas 
an T. Achnas adalah salah satu sineas perempuan Indonesia yang banyak disorot pada awal dekade 2000-an, terutama karena pengakuan internasional yang didapatkannya. Salah satu sutradara film Kuldesak (1998) ini sukses membawa film panjang perdananya, Pasir Berbisik (2001) melanglangbuana di festival-festival film internasional. Selanjutnya membuat film anak-anak bertema nasionalisme, Bendera (2002), yang sayangnya kalah tenar dari lagu temanya sendiri yang dinyanyikan band Cokelat. Selain itu ada film drama The Photograph (2007) dan film komedi satir perkotaan Arisan! (2003).

Upi
Upi (dahulu Upi Avianto), Sutradara ini unik karena, kecuali komedi romantis 30 Hari Mencari Cinta (2003), karya-karyanya banyak berkarakter maskulin, rebelious, dengan hiasan visual vintage dan musik yang keras. Tengok sajaRealita, Cinta, dan Rock n Roll (2005), Radit dan Jani (2008) yang membawa Vino G. Bastian dan Fahrani meraih Piala Citra, juga Serigala Terakhir (2009). Setelah mencoba rupa-rupa genre, termasuk komedi-laga Red Cobex (2010), belum lama ini Upi merilis film terbaru yang diklaim sebagai genre impiannya, yaitu filmthriller Belenggu (2013).
Lasja Fauzia Susatyo
Lasja Fauzia SusatyoSutradara yang mengawali karier di bidang video musik ini telah terlibat dalam dua film omnibus Perempuan Punya Cerita (2007) dan Kita versus Korupsi (2012). Lasja yang kerap berkolaborasi dengan Upi ini memulai debut layar lebar dengan romansa remaja Lovely Luna (2004), dilanjutkan dengan kisah anak band Dunia Mereka (2006), musikal pop Bukan Bintang Biasa: The Movie (2007), musikal anak-anak Langit Biru (2011), hingga Mika (2013) yang meraih cukup banyak penonton di triwulan pertama tahun ini. Karya Lasja selanjutnya bakal rilis tahun ini juga adalah Cinta dari Wamena (2013) yang mengusung isu HIV/AIDS.

Viva Westi

Viva Westi, sutradar ini bergabung dengan Garin Nugroho dalam dokumenter tentang dampak tsunami Aceh, Serambi (2005), yang sempat masuk segmen Un Certain Regard di Festival Film Cannes 2006, Prancis. Namun, rupanya Viva juga sempat mencoba “ikut arus” dengan mengarahkan film horor Suster N: Dendam Suster Ngesot (2007), dan horor komedi Pocong Keliling (2010). Untung saja bakat sejati Viva untuk membuat karya “penting” tidak benar-benar hilang. Terbukti dengan film tentang dampak kerusuhan Mei 1998, May (2008) yang sukses meraih dua Piala Citra FFI 2008 dan sembilan nominasi lainnya; serta film puitis yang underratedRayya, Cahaya di Atas Cahaya (2012). Karya Viva terbaru yang tahun lalu sempat dicekal akhirnya direncanakan tayang beberapa waktu lalu, yaitu Mursala (2013), yang mengangkat tema budaya dan masyarakat Batak.
Sekar Ayu Asmara

Sekar Ayu Asmarasebelumnya dikenal sebagai pencipta lagu, telah sukses melepas tiga judul film garapannya, yaitu Biola Tak Berdawai (2003) yang didaftarkan sebagai wakil Indonesia dalam Oscar 2004, drama psikologis Belahan Jiwa (2005), serta Pesan dari Surga (2006). 
Ratna Sarumpaet 

Ratna Sarumpaet merupakan Sutradara teater panggung, yang  juga sempat menelurkan versi film Jamila dan Sang Presiden (2009) yang dibintangi putrinya sendiri, Atiqah Hasiholan. Film ini berhasil menerima satu penghargaan di Asia Pacific Film Festival 2009 di Taipei dan NETPAC Award di Asiatic Filmmediale 2009 di Roma, Italia, selain memperoleh enam nominasi Piala Citra FFI 2009 dan didaftarkan jadi wakil Indonesia di Oscar 2010.
Djenar Maesa Ayu

Djenar Maesa Ayu yang menggarap adaptasi karya tulisnya sendiri, Mereka Bilang, Saya Monyet! (2008). Meski hanya berskala independen, film ini sukses meraih tiga Piala Citra FFI 2009 dan mengangkat nama Titi Sjuman (kini bernama Titi Rajo Bintang) sebagai aktris Indonesia berbakat. Djenar, yang merupakan putri sutradara legendaris Sjuman Djaya ini, juga diberi penghargaan khusus sebagai Sutradara Baru Terbaik.

Lola Amaria
Lola Amaria, seorang aktris yang kini lebih sering duduk sebagai sutradara. Karya perdananya, Betina (2006) memang diputar gerilya dan jarang terekspos. Tapi, film keduanya, Minggu Pagi di Victoria Park (2010) sukses menuai pujian dan dinilai berhasil dalam mengangkat kehidupan tenaga kerja wanita Indonesia di Hong Kong. Lewat film ini pun Lola diganjar penghargaan Sutradara Terbaik Film Indonesia di JIFFest 2010, selain meramaikan FFI 2010 dengan satu Piala Citra dan enam nominasi yang diraihnya. Tahun ini Lola juga memproduseri film terbaru tentang kehidupan buruh perempuan, Kisah 3 Titik (2013).
Titien Wattimena

Titien Wattimenalulusan jurusan Penyutradaraan di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Setelah sebelumnya sudah pernah menjabat sebagai co-director untuk filmLove (2008) dan Minggu Pagi di Victoria Park (2010), debut penyutradaraan penuh Titien dalam Hello Goodbye (2012) yang tampak begitu matang dan menjanjikan. Tak sia-sia, film yang tayang perdana di Busan International Film Festival 2012 ini disambut hangat oleh penonton dan berhasil menerima sebuah Piala Citra FFI 2012 beserta empat nominasi lainnya.
Sammaria Simanjuntak

Sammaria Simanjuntak, yang walaupun tidak memiliki latar belakang formal dalam bidang film, berhasil mendapat sorotan dari pemerhati dan pecinta film nasional lewat film debutnya tentang cinta beda suku dan agama, cin(T)a (2009), yang sukses meraih Piala Citra FFI 2009 untuk Skenario Asli Terbaik. Sambutan lebih hangat pun didapat lewat film keduanya, Demi Ucok (2013), lagi-lagi berhasil meraih sebuah Piala Citra ditambah tujuh nominasi lainnya dalam FFI 2012.
Mouly Surya
Mouly Suryayang mengangkat romansa remaja penyandang disabilitas berhasil ikut kompetisi ajang film independen terbesar di dunia, Sundance Film Festival 2013 di Utah, Amerika Serikat. Film itu adalah Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (2013), Film ini menjadi sebuah kelanjutan karya yang manis dari film debut Mouly, Fiksi. (2008). Film thriller psikologis ini sukses meraih empat Piala Citra FFI 2008, termasuk untuk Film dan Sutradara Terbaik, sekaligus menobatkan Mouly sebagai sutradara perempuan pertama dalam sejarah FFI yang meraih Piala Citra.
Kamila Andini 
Kamila Andini (putri dari Garin Nugroho) pun tak kalah gemilang. Ia mendulang pujian untuk film debutnya, The Mirror Never Lies (2011). Film yang mengangkat kehidupan masyarakat Bajo di kawasan Wakatobi, Sulawesi Tenggara ini meraih dua Piala Citra FFI 2011, ditambah penghargaan khusus untuk Kamila sebagai Sutradara Baru Terbaik. Pun film ini mendapat gelar Film Terpuji di Festival Film Bandung 2012.ilm bermisi lingkungan ini juga menuai sambutan hangat bahkan penghargaan di pelbagai festival film dunia, seperti di Mumbai International Film Festival 2011, Asia Pacific Screen Awards 2012 di Brisbane, Australia, serta dua nominasi Asian Film Awards 2012 di Hong Kong. 

Wah hebat-hebat banget para sutradara perempuan ini.. Semoga mereka bisa menjadi inspirasi buat kita yak ^^
sumber :http://www.muvila.com/read/sutradara-perempuan-penggerak-sinema-indonesia-masa-kini/page/0/3

Tidak ada komentar: